FILANTROPI DAN PELIT
Prof. Dr. H. Muhammad Syukri Albani Nasution, M.A
Kita sering dihadapkan pada kemampuan menghadirkan sensitivitas pada setiap keadaan. Ketika kita memiliki kemudahan dan keuntungan dalam usaha, saat itu pula kita merasa bahwa sulit dan letihnya mencari dan mengumpulkan harta dari hasil usaha. Sehingga kita tidak cukup punya alasan kenapa kita harus berbagi kepada orang yang tak sedikitpun memiliki hubungan dan manfaat kepada diri kita.
Disinilah sensitifitas diuji, padahal secara tauhid energi yang dihadirkan Allah pada manusia adalah energi berbagi dengan sebutan lain sebagai filantropi mampu menjadi orang yang mudah berbagi. Itu sama dengan menghilangkan sifat pelit dan dengan bangunan argumentasi yang cukup bagus dan mendasar bahwa orang yang berbagi akan cenderung meyakini bahwa harta dan hasil usaha yang dia dapatkan tidak sepenuhnya. Dalam Al-Qur’an juga dibahas tentang filantropi, diantaranya berbunyi:
يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
”Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Q.S. Al-Baqarah Ayat 215)
Setelah itu salah satu hadis juga menyebutkan: “Perbuatan baik itu menjadi penghalang bagi jalannya keburukan, sedekah sembunyi-sembunyi dapat memadamkan amarah tuhan, silaturrahmi dapat memperpanjang umur, dan setiap kebaikan adalah shodaqoh. Pemilik kebaikan di dunia adalah pemilik kebaikan diakhirat, dan pemilik keburukan di dunia adalah pemilik keburukan di akhirat, dan yang pertama masuk surga adalah pemilik kebaikan.” (HR. At-Thabrani)
Sebab rekayasa dirinya di dalamnya ada peran-peran yang abstrak tapi sangat menentukan peran kemudahan yang datang dari Allah, ada juga peran pemanfaatan serta peran orang-orang yang berhajat pada dagangannya dan peran-peran ini harus disimbolkan sebagai satu kemudahan yang tidak didapat dari kehebatan diri sendiri melainkan sesuatu yang datang tidak memiliki kausalitas tapi selalu memiliki hubungan terhadap semua kesuksesan manusia.
Jelek itu hanya cara orang mempersepsikan hasil penglihatan, selebihnya atas nama waktu banyak orang justru gembira bersahabat dengan orang yang kelihatan jelek rupa, sebab dia memiliki attitude yang mapan.
Terima kasih yang paling sederhana dari berbagi itu adalah membahagiakan orang lain membuat siapapun yang menerimanya tetap menjaga sangka baik kepada Allah dan menguatkan optimisme dalam perjalanan kehidupan bagi yang berbagi maka kerelaan hati untuk berbagi itu akan menguatkan Sisi sensitivisme kemanusiaan, Ada saatnya kita menolong dan Ada saatnya kita ditolong pemikiran yang simbiosis yang mutualis ini akan menguatkan kepekaan sosial dalam aspek kehidupan.
Maka tidak ada alasan untuk tidak mau berbagi, baik pada konsep infak, sedekah, wakaf dan zakat bahkan hibah karena semakin seseorang punya daya sensitive tinggi untuk berbagi maka semakin dimudahkan Allah segala urusan.
Wallahu a’lam.