Markobar-19: Mengapa Warisan Intelektual Prof. Fadhil Tak Pernah Padam?

Medan, 15 Juli 2025 — Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara melalui Komunitas Pecinta Ilmu Pengetahuan dan Intelektual (Kopi Pahit) telah menyelenggarakan kegiatan Markobar-19 (Ngopi Bareng ke-19) sebagai bagian dari agenda Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis Memorial Lecture. Kegiatan yang berlangsung di Coffee Shop Koperasi UIN Sumatera Utara ini mengusung tema “Dari Normativitas ke Empiris”, sebagai bentuk penghormatan terhadap pemikiran dan jejak intelektual almarhum Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis.

Acara ini dihadiri oleh pimpinan dan akademisi dari berbagai fakultas, yang tidak hanya menyampaikan refleksi atas warisan pemikiran Prof. Fadhil, namun juga memberikan gagasan tentang masa depan keilmuan Islam yang lebih relevan dengan realitas.

Rektor UIN Sumatera Utara, Prof. Dr. Nurhayati, M.Ag., dalam sambutannya menyampaikan bahwa keilmuan yang diwariskan Prof. Fadhil adalah fondasi moral dan intelektual yang harus terus dirawat. “Keilmuan bukan hanya sekadar akumulasi konsep dan teori, tetapi daya hidup yang menggerakkan kesadaran umat untuk menjadi lebih manusiawi, adil, dan penuh kasih dalam menjalani kehidupan,” ungkap beliau dengan penuh penghormatan.

Sementara itu, Wakil Rektor I UIN Sumatera Utara, Prof. Dr. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag., menyoroti pentingnya keberanian dalam dunia akademik untuk berpindah dari ranah normatif menuju empiris. “Ilmu tidak boleh hanya berhenti pada naskah dan dalil; ia harus menyapa realitas, menjawab problem masyarakat, dan menumbuhkan daya kritis yang membebaskan,” tegasnya dalam pemaparan.

Sebagai penggagas Komunitas Kopi Pahit, Dr. Usiono, M.A., menjelaskan bahwa forum Markobar bukan hanya ruang diskusi, melainkan ruang peradaban. “Melalui diskusi ringan namun mendalam, kita sedang merawat tradisi berpikir yang diajarkan Prof. Fadhil—bahwa ilmu adalah cahaya yang tak pernah memaksa, tapi selalu menginspirasi,” ujarnya.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sumatera Utara, Dr. Syafruddin Syam, M.Ag., menyampaikan bahwa arah pemikiran keislaman hari ini perlu lebih membumi agar hukum Islam tidak kehilangan daya aplikatifnya. “Hukum Islam bukan hanya norma yang tertulis di kitab, tetapi harus menjadi nilai yang hidup di tengah masyarakat dengan mempertimbangkan konteks dan dinamika yang ada,” jelas beliau.

Prof. Dr. Mustafa Kamal Rokan, M.H., selaku Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum menekankan pentingnya penguatan metodologi keilmuan. “Pendekatan empiris tidak berarti meninggalkan nilai, melainkan menguatkan relevansi nilai itu sendiri dalam ruang-ruang kehidupan nyata. Inilah yang membuat ilmu Islam tetap segar dan solutif,” ungkapnya.

Sementara itu, Prof. Dr. M. Syukri Albani Nasution, M.A., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sumatera Utara, menyoroti pentingnya sinergi antara nilai spiritual dan data dalam pengembangan ilmu. “Ekonomi Islam akan menemukan kekuatannya ketika dikembangkan bukan hanya sebagai idealisme normatif, tetapi juga sebagai solusi empiris yang hadir di tengah persoalan umat dan kebijakan publik,” tutur beliau.

Melengkapi jajaran narasumber, Dr. Irwansyah, M.Ag., dari Fakultas Ilmu Sosial menyampaikan bahwa pergeseran dari pendekatan normatif ke empiris merupakan keniscayaan dalam kajian sosial keagamaan. “Ilmu sosial Islam harus mampu membaca manusia bukan sebagai objek semata, tetapi sebagai subjek dinamis yang mengalami perubahan, konflik, harapan, dan pencarian makna,” paparnya.

Kegiatan ini berjalan dalam suasana akademik yang hangat dan inklusif, mempertemukan beragam perspektif lintas fakultas dengan satu semangat: meneruskan api keilmuan yang telah dinyalakan oleh Prof. Dr. Nur Ahmad Fadhil Lubis. Markobar-19 menjadi momentum penting untuk memperkuat arah keilmuan Islam yang tidak hanya normatif dan ideal, tetapi juga responsif dan kontekstual terhadap tantangan zaman.